Dalam mendirikan dan menggunakan sebuah bangunan, pemilik diwajibkan untuk memenuhi persyaratan perijinan seperti dokumen PBG. Namun mulai 2013, pemilik bangunan gedung (khususnya untuk non rumah tinggal) diharuskan melengkapinya dengan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). 

Sebagian besar dari kita tentu sudah cukup familiar dengan PBG yang dulunya IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Namun, apakah Anda sudah mengetahui tentang SLF (Sertifikat Laik Fungsi)? Melalui artikel ini, kami akan menjelaskan pengertian beserta proses pengurusan PBG dan SLF. Silakan disimak, ya!

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menerbitkan Permen Nomor 19/PRT/M/2018 tentang Penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan Gedung (yang sekarang menjadi PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung Melalui Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Kebijakan ini diterbitkan guna untuk menertibkan penyelenggaraan bangunan gedung dan menjamin keandalan teknis bangunan gedung. Melalui peraturan ini, ditegaskan pula bahwa setiap pendirian bangunan gedung diwajibkan untuk memiliki SLF atau Sertifikat Laik Fungsi.

Apa yang Dimaksud Bangunan Gedung?

Berdasarkan PERMEN PUPR Nomor 19/PRT/M/2018, yang dimaksud bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus lainnya.

Pengertian PBG

Dalam Pasal 1 PERMEN PUPR Nomor 19/PRT/M/2018 disebutkan bahwa IMB (Izin Mendirikan Bangunan) yang sekarangan menjadi PBG merupakan perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan teknis yang berlaku.

Untuk mengurus PBG, tentunya Anda dapat mendatangi langsung Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) yang ada di daerah domisili. Aturan pengajuan PBG di setiap daerah akan berbeda-beda tergantung kebijakan pemerintah daerahnya. Hal ini yang kemudian membuat persyaratan pengajuannya cukup beragam. Meskipun demikian, kami berusaha merangkum dokumen umum yang wajib Anda persiapkan.

Adapun dokumen yang harus disiapkan untuk mengajukan PBG adalah sebagai berikut:

  1. Fotokopi KTP pemilik bangunan
  2. Sertifikat tanah atau girik
  3. Fotokopi PBG sebelum direnovasi, jika pengajuan PBG dilakukan untuk kegiatan renovasi bangunan
  4. Surat Pemberitahuan Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB) terbaru
  5. Surat Ketetapan Rencana Kota (KRK), dan
  6. Gambar rancangan bangunan baru, baik itu denah, tampak muka, samping, maupun belakang

Selanjutnya, PBG dapat diajukan dengan catatan rumah tinggal memiliki luas tanah kurang dari 1.000 m2 dengan kondisi tanah tidak harus kosong dan jumlah lantai maksimal tiga.

Jika Anda tidak memiliki PBG, terdapat pengenaan sanksi yang telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 39, dijelaskan bahwa sanksi yang berlaku bagi bangunan yang tidak mengantongi PBG akan dilakukan pembongkaran. Bangunan gedung yang dapat dibongkar sebagaimana dimaksud pada sanksi di atas selanjutnya akan ditetapkan langsung oleh pemerintah daerah berdasarkan hasil pengkajian teknis.

Bangunan gedung selanjutnya akan dibongkar apabila tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki. Karena dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan gedung dan/atau lingkungannya, serta tidak memiliki izin dalam mendirikan bangunan.

Sementara yang dimaksud dengan pengkaji teknis adalah perseorangan atau badan usaha baik yang berbadan hukum maupun tidak, yang memiliki sertifikat kompetensi kerja kualifikasi ahli atau SBU (Sertifikat Badan Usaha) untuk melaksanakan pengkajian teknis atas kelaikan fungsi pada gedung.

Dalam hal ini, Anda dapat menggunakan jasa PT Eticon Rekayasa Teknik dalam melakukan penilaian kelaikan fungsi bangunan gedung.

Pengertian SLF

Sementara SLF atau Sertifikat Laik Fungsi merupakan sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah terhadap bangunan gedung yang telah selesai dibangun sesuai PBG dan telah memenuhi persyaratan kelaikan teknis sesuai fungsi bangunan berdasar hasil pemeriksaan dari instansi maupun konsultan SLF terkait.

Kelaikan sebuah bangunan gedung ini juga tak boleh terlepas dari persyaratan maupun pedoman SLF (Sertifikat Laik Fungsi) yang telah diterbitkan oleh pemerintah. Pada intinya, SLF harus dimiliki bangunan gedung sebelum benar-benar dimanfaatkan atau digunakan. SLF sendiri diterbitkan dengan masa berlaku 5 (lima) tahun untuk bangunan umum dan 20 (dua puluh) tahun untuk bangunan tempat tinggal.

Lantas, bagaimana cara untuk mendapatkan SLF pada bangunan yang akan Anda gunakan? Untuk mendapatkan dokumen SLF, terdapat beberapa dokumen yang harus Anda siapkan. Di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Surat pernyataan pemeriksaan kelaikan fungsi
  2. Daftar simak pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung
  3. As-Buit Drawings
  4. Dokumen administratif yang meliputi PBG awal atau perubahan PBG apabila terdapat perubahan dalam pelaksanaan konstruksi
  5. Dokumen status atau bukti kepemilikan bangunan gedung, dan
  6. Dokumen status hak atas tanah

Sebelum masa berlaku dokumen SLF habis, sebaiknya Anda juga harus mengajukan kembali permohonan perpanjangan SLF dengan melengkapi laporan hasil pengkajian teknis yang dilakukan oleh pengkaji teknis bangunan gedung yang memiliki IPTB (Izin Pekalu Teknis Bangunan) bidang pengkaji bangunan.